TABLOIDTIRAI.COM - Pertambangan pasir dan batu kerikil (golongan c) yang kerap disebut Sirtu diduga tanpa izin alias ilegal menjamur di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jika anda memasuki wilayah Kec. Tambang, disepanjang jalan poros tepian sungai Kampar yang menghubungkan beberapa desa mulai dari desa Kualu hingga tembus ke Danau Bingkuang, puluhan lokasi tambang Sirtu berjejer di sepanjang tepian sungai Kampar. Bahkan, hanya berjarak kurang dari 100 meter dari lokasi satu ke lokasi tambang Sirtu lain nya, dengan 1 atau 2 alat berat (Eskavator) di setiap lokasi tambang Sirtu sebagai tanda, di lokasi tersebut tengah aktif berkegiatan.
Pemandangan tersebut tak ayal menjadikan wilayah itu pantas dijuluki surganya tambang pasir dan kerikil di Kabupaten Kampar, provinsi Riau. Jika aktivitas penyedotan pasir dan kerikil dari sungai Kampar itu legal dengan SOP dan perizinan yang benar, maka sangat layak diapresiasi demi kepentingan kemajuan perekonomian masyarakat setempat. Kenapa ? Karena sebagian besar pekerja bahkan pemiliknya merupakan warga Tempatan desa-desa di Kec. Tambang tersebut. Diantaranya, supir atau buruh angkut, tukang muat, operator alat berat Eskavator, operator mesin penghisap pasir dan kerikil, koordinator lapangan, juru tulis atau tukang catat, kasir, petugas pos dan lain sebagainya. Kebanyakan dari mereka berdomisili di Desa Kualu, Tanjung Kudu, Parit Baru, Terantang, Padang Luas dan desa Aur Sati.
Namun, informasi yang diterima awak media bertolak belakang dengan yang diangan-angankan. Puluhan lokasi tambang Sirtu tersebut diduga kuat beraktivitas tanpa izin alias ilegal.
"Kalau itu (izin-red) yang bapak tanya, tanyalah sama semuanya (pengelola tambang sirtu-red) punya tidak mereka ?" Kata salah satu tim pengelola yang mengaku bernama Ujang, saat berbincang dengan wartawan Minggu (25/8) di lokasi tambang Sirtu Desa Tanjung Kudu, Kec. Tambang.
Tanggapannya seolah memberi signal bahwa seluruh pelaku usaha tambang Sirtu di Kec. Tambang beraktivitas tanpa izin alias ilegal. Hal itu diperkuat oleh pernyataan warga desa Tanjung Kudu yang minta identitasnya disamarkan.
"Ndak ado aso pakai izin-izin pak. Ado piti buka, nyo ndak lo ngenek modalnyo pak. Godang modal tu (Rasanya tak ada pakai izin-izin pak. Ada duit buka, itu bukan sedikit modalnya pak. Besar modalnya tu" ujar narasumber saat berbincang dengan wartawan di salah satu warung harian.
Hal itu tentunya sangat disayangkan, disamping aktivitas melawan hukum diduga ilegal alias tanpa izin, aktivitas tambang Sirtu itu juga terpantau merusak jalan poros di desa-desa tempat perlintasan puluhan mobil angkut pasir dan kerikil, terparah di desa Kualu dan Tanjung Kudu, yang sedianya jalan tersebut aspal mulus kini mulai rusak di beberapa titik, bergelombang, berpasir dan berdebu yang tentunya sangat mengganggu kesehatan dan kenyamanan warga yang turut melintasi jalan tersebut. Belum lagi, persoalan dampak lingkungan yang menyebabkan abrasi semakin melebar di DAS sungai Kampar. Bukan tidak mungkin, dapat mengakibatkan longsor dan banjir hebat di desa-desa Kec. Tambang itu.
Aktivis pemantau dan pemerhati lingkungan Anto mengatakan aktivitas tambang penyedotan pasir dan kerikil itu harus memiliki izin. Karena pada prinsipnya, apapun jenis pertambangan nya tetap patuh terhadap regulasi dan tidak merusak lingkungan.
"Sesuai undang-undang minerba sudah dijelaskan pasal 158 tentang pertambangan, Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa (IUP) izin usaha pertambangan, (IPR) izin pertambangan rakyat , (IUPK) izin usaha pertambangan khusus, dapat dipidanakan dan menjadi tanggung jawab APH, mengacu pada pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, pasal 67 ayat (1), pasal 74 ayat (1) atau (5), di pidana dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda sebanyak – banyaknya Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)" terang Anto.
Di sisi lain, lanjut Anto, karena hal tersebut berkaitan dengan pengambilan Sumber Daya Alam (SDA) yang diduga tanpa legalitas dan mengakibatkan kerusakan ekosistem yang demikian parahnya, serta di tambah lagi kerusakan jalan dimana mana, aparat penegak hukum patut untuk segera bertindak. "Aparat penegak hukum jangan diam saja, ketika kalian diam maka kecurigaan masyarakat terhadap setoran-setoran yang mengalir ke APH menjadi hal yang wajar" imbuhnya.
Fakta di lapangan, puluhan lokasi tambang Sirtu diduga kuat ilegal itu banyak dijumpai di Kec. Tambang, khususnya di Desa Kualu, Tanjung Kudu, Parit Baru, dan Terantang. Sepanjang penelusuran tim Media, lebih dari 20 lokasi tambang Sirtu terpantau bebas beroperasi seolah-olah tidak melanggar hukum dengan gaya bekerja berbeda-beda. Ada yang masih manual (memuat dengan sekop), namun kebanyakan memuat dengan alat berat (Eskavator).
Dari salah satu narasumber di lapangan mengatakan tambang-tambang Sirtu itu ada yang milik pribadi dan ada yang milik bersama. Milik bersama, dalam artian dikelola oleh Ninik mamak setempat atau pemuda, seperti di desa Tanjung Kudu dan Parit Baru.
Yang menarik, tim Media mendapat informasi bahwa lokasi-lokasi tambang Sirtu diduga ilegal itu pernah dijamah (razia-red) oleh aparat penegak hukum, hingga mengamankan beberapa alat berat Eskavator dan sempat tutup beberapa waktu. Namun saat ini, ramai kembali beroperasi dengan dalih dari masyarakat untuk kemajuan ekonomi masyarakat, meskipun tanpa menimbang apakah itu perbuatan yang benar atau salah. Pembaca yang Budiman pasti lebih paham.
Hingga berita ini diterbitkan, Kapolres Kampar AKBP Ronald Sumaja, SIK belum bersedia melayani konfirmasi wartawan. (Tim)
#Kampar #Akuari Ilegal #Tambang