Dianggarkan 600 Juta Lebih, Fondasi Proyek RKB SMKN 1 Perhentian Raja Diduga Tidak Sesuai Aturan

Dianggarkan 600 Juta Lebih, Fondasi Proyek RKB SMKN 1 Perhentian Raja Diduga Tidak Sesuai Aturan

TABLOIDTIRAI.COM - Bau busuk proyek pendidikan tercium di Kabupaten Kampar. Pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) di SMKN 1 Perhentian Raja diduga dikerjakan asal jadi, bahkan tanpa fondasi cor beton sebagaimana mestinya. Padahal, proyek tersebut menelan dana fantastis, yakni Rp613 Juta lebih yang bersumber dari APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2025.

Namun, temuan di lapangan justru mencengangkan. Fondasi bangunan untuk RKB di sekolah itu disebut-sebut hanya berupa tumpukan bata merah yang disemen alakadarnya.

“Dana 600 juta lebih, tapi fondasinya cuma bata ? Ini bukan dinding pagar kebun, ini bangunan sekolah anak negeri. Sangat tidak masuk akal,” tegas Ketua LSM KPK Nusantara Kabupaten Kampar, Dedi Osri, S.H., saat meninjau lokasi proyek, Selasa (22/10).

Kecurigaan semakin dalam, ketika tim LSM dan media tidak menemukan papan proyek di area pembangunan. Saat ditanya, seorang pekerja tergesa-gesa mengambil papan proyek dari tempat lain, memperlihatkannya sebentar, lalu menyimpannya kembali setelah ditanyai wartawan.

“Papan proyek wajib dipasang selama pekerjaan berlangsung. Kalau disembunyikan, itu melanggar prinsip transparansi. Publik berhak tau terkait penggunaan uang Negara,” tandas Dedi.

Dedi menilai, tindakan itu memperkuat dugaan bahwa proyek tersebut sarat kejanggalan dan berpotensi menimbulkan praktik korupsi. Diduga ada unsur kesengajaan untuk menutup informasi publik.

Proyek yang dikerjakan oleh CV. Bahran Rafie Fatih Nusantara itu direncanakan selesai dalam waktu 90 hari kalender, di bawah Dinas Pendidikan Provinsi Riau.

LSM KPK Nusantara menegaskan bahwa tanggung jawab penuh berada di tangan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang wajib mengawasi kualitas pekerjaan. “Kalau PPK membiarkan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi, itu bentuk kelalaian serius dan bisa berujung pada penyalahgunaan wewenang,” beber Dedi.

Berdasarkan analisis teknis, biaya fondasi beton bertulang mencapai sekitar Rp1,1 juta per meter kubik, sementara fondasi bata semen hanya sekitar Rp300 ribu per meter kubik. Selisih harga mencapai 70 persen, yang berarti potensi kerugian negara bisa puluhan juta rupiah, tergantung pada volume pekerjaan.

 “Kalau benar fondasinya bata, berarti ada pengurangan spesifikasi. Itu bukan sekadar pelanggaran administrasi, tapi potensi korupsi,” tegas Dedi.

Jika merujuk pada Permen PUPR Nomor 22/PRT/M/2018 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, setiap fondasi wajib menggunakan beton bertulang atau material sejenis yang menjamin kekuatan dan keamanan struktur. 

Selain itu, SNI 2847:2019 tentang Persyaratan Beton Struktural juga menyebut bahwa bata merah tidak boleh digunakan sebagai elemen struktural fondasi. Bata hanya diperbolehkan untuk dinding pengisi non-struktural, bukan sebagai penopang utama bangunan.

 “Menggunakan bata untuk fondasi sekolah jelas melanggar standar teknis. Bangunan pendidikan harus kuat dan tahan gempa, bukan rapuh seperti ini,” kata Dedi menambahkan.

Secara hukum, pengurangan spesifikasi dari dokumen kontrak merupakan pelanggaran UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jika terbukti ada unsur kesengajaan, maka tindakan itu bisa dijerat UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 dan 3 tentang penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara.

“Ini bukan sekadar kesalahan teknis, tapi bisa masuk ranah pidana. Negara harus hadir menindak,” tegas Dedi.

LSM KPK Nusantara menyatakan akan melaporkan dugaan penyimpangan ini ke Kejaksaan Tinggi Riau dan Inspektorat.

“Kami tidak ingin pendidikan dijadikan proyek bancakan. Uang rakyat bukan untuk dibagi-bagi, tapi untuk membangun masa depan anak bangsa,” ujar Dedi.

Ironisnya, proyek yang seharusnya menjadi tempat mencerdaskan anak bangsa justru dikerjakan dengan cara yang tidak cerdas dan tidak bermoral.

“Kalau sejak fondasi saja sudah curang, bagaimana mau mencetak generasi yang jujur dan kuat ?," tutup Dedi dengan nada tajam.

Sementara, saat dikonfirmasi, Kepala SMKN 1 Perhentian Raja Masnur K, M.Pd mengaku tidak tahu-menahu mengenai proyek tersebut. “Saya tidak tahu karena proyek ini bersumber dari dana DAU. Untuk lebih jelas, silakan hubungi kontraktornya saja,” ujarnya singkat.

Alih-alih memberikan keterangan soal pelaksanaan pekerjaan di lingkungan sekolahnya sendiri, Masnur justru mengirimkan nomor ponsel kontraktor kepada wartawan. (TIM)

 

#Disdik Riau #Proyek Janggal #SMKN 1 Perhentian Raja